Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sosial mempunyai beberapa basis
dasar paradigma yang menjadi penyokong akan keberlangsungannya. Namun diantara
paradigma-paradigma tersebut terdapat konflik paradigmatis dalam mengkaji
realitas sosial. George Ritzer dalam buku Sociology A Multiple Paradigm
Science menggolongkan teori-teori sosiologi kedalam tiga paradigma, yaitu
paradigma fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial.
Paradigma fakta sosial menganggap bahwa yang seharusnya menjadi
objek kajian utama sosiologi adalah fakta-fakta sosial yang terdiri dari dua
tipe, yaitu struktur sosial dan institusi sosial. Sementara dalam paradigma
definisi sosial yang menjadi pokok persoalannya adalah tindakan sosial dengan
menggunakan metode verstehen (penafsiran dan pemahaman). Namun tidak
cukup sampai disitu, kedua paradigma tersebut mendapat serangan dari paradigma
perilaku sosial yang diprakarsai oleh B.F. Skinner. Ia menyatakan bahwa apa
yang menjadi pokok persoalan sosiologi seharusnya bersifat empiris (nyata dapat
dilihat). Pokok persoalan dalam paradima ini adalah antar hubungan antara
individu dan lingkungannya.
Terlepas dari beberapa perbedaan dan persengketaan tersebut
mengenai apa yang seharusnya menjadi kajian sosiologi, kita seharusnya memahami
terlebihdahulu apa maksud dari sosiologi. Secara sederhana sosiologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mengkaji masyarakat. Untuk melihat lebih kontras
mengenai apa itu sosiologi, kita dapat membandingkannya dengan ilmu-ilmu
pengetahuan lain yang sama-sama mempelajari manusia.
Nama
|
Manusia dari
sudut :
|
Biologi
|
Jasmani (tubuh)
|
Psikologi
|
Rohani (jiwa)
|
Sosiologi
|
Interaksi (sosial)
|
Antropologi
|
Biologis (ciri fisik) dan sosial (karakteristik budaya)
|
Berdasarka tabel diatas, secara jelas dapat dikatan bahwa sosiologi
adalah ilmu yang mengkaji manusia dari sudut pandang interaksinya. Sehingga
yang sebenarnya menjadi objek kajian sosiologi adalah struktur sosial
sebagai hasil dari interaksi sosial dan proses sosial sebagai proses
interaksi sosial itu sendiri. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai objek kaijan
sosiologi, ada baiknya jika kita bertanya terlebih dahulu “mengapa manusia
melakukan interaksi sosial?”. Tentu saja jawabannya karena mempunyai kebuhuan
dan keinginan yang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Kebutuhan
dan keinginan tersebut melekat pada setiap diri manusia baik secara biologis
maupun secara sosiologis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa interaksi
sosial itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan biologis dan psikologisnya dengan cara melakukan hubungan dengan
sesamanya.
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang akan mengganggu
keberlangsungan hidup individu yang bersangkutan apabila tidak terpenuhi.
Sementara kenginan adalah segala sesuatu yang tidak akan mengganggu ke
berlangsungan hidup individu yang bersangkutan apabila tidak dipenuhi. Kesamaan
antara kebutuhan dan keinginan adalah sama-sama merupakan sesuatu yang selalu
diupayakan manusia untuk dipenuhi. Bedanya, jika kebutuhan itu bersifat memaksa
sementara keinginan itu atas dasar sukarela. Terkadang antara dalam realitas
sosial yang sebenarnya fenomena kebutuhan dan keinginan itu sulit dibedakan
karena keduanya bisa sama-sama bersatu dan berpisah. Misalnya “makanan”, disatu
sisi makanan adalah kebutuhan, tetapi disisi lain rasa dari makanan tersebut
menjadi sebuah keinginan. Oleh karena itu untuk memahami kebutuhan dan
keinginan kita harus membedakan 3 fenomena berikut :
1.
Membutuhkan
sekaligus menginginkan
2.
Membutuhkan
tapi tidak menginginkan
3.
Menginginkan
tapi sebenarnya tidak membutuhkan
