Dalam upaya memahami realitas yang kompleks ini, maka kita harus
berangkat dari pemahaman mendasar tentang realitas itu sendiri. Oleh karena
itu, pembahasan ini akan dimulai dari penjelasan tentang bagaimana hakikat dari
eksistensi manusia di dunia ini.
Hakikat adalah sebuah hal yang mendasar, oleh karena itu yang
dimaksud dengan hakikat manusia disini adalah segala sesuatu suatu hal yang menjadi
dasar atau dalam kehidupan manusia. Pada hakikatnya kehidupan setiap manusia
terdiri dari dua aspek, yaitu aspek biologis dan aspek sosiologis. Aspek
biologis manusia merupakan realitas materiil menyangkut aspek fisik manusia
seperti badan atau anggota tubuh. Sementara itu aspek psikologis merupakan
realitas immateriil yang menyangkut aspek kejiwaan manusia.
Sebagai konsekuensi logis dari adanya kedua aspek fundamental
tersebut, manusia selalu terlekat pada suatu kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan
sendiri merupakan segala sesuatu hal yang apabila tidak dipenuhi akan
mengganggu kelangsungan hidup dari individu yang bersangkutan. Sementara itu,
keinginan merupakan segala sesuatu yang apabila tidak dipenuhi tidak akan
mengganggu kelangsungan hidup individu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kebutuhan itu bersifat memaksa sementara keinginan itu bersifat
sebaliknya bersifat sukarela dan didasarkan atas kehendak atau kemauan sendiri.
Pada dasarnya, baik manusia ataupun hewan sebenarnya sama-sama
mempunyai kebutuhan dan keinginan. Namun yang menjadi pembeda diantara keduanya
adalah tentang “bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut”.
Baik manusia atau pun hewan sebenarnya sama-sama terdiri dari dua unsur
pembentuk eksistensinya, yaitu unsur biologis dan unsur psikologis. Meskipun
terdiri dari unsur yang sama, tetapi keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam
upaya memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Hal itu disebabkan karena adanya
perbedaan kualitas diri (self quality) diantara keduanya. Apabila
dilihat secara biologis, mungkin hewan akan terlihat lebih unggul. Namun,
apabila dilihat secara psikologis manusialah yang lebih unggul. Dalam hal ini,
hewan memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan cara mengerahkan seluruh
kemampuan biologisnya. Sementara itu, karena manusia tidak terlalu unggul dalam
kekuatan biologisnya maka satu-satunya jalan untuk menghadapi tantangan alam
dalam upaya pemenuhan kebutuhannya adalah dengan cara mengerahkan seluruh
kekuatan psikologisnya. Hal tersebut terbukti ampuh, dan mengantarkan manusia
pada kehidupan yang berperadaban.
Selama manusia hidup, manusia tidak akan pernah bisa melepaskan
diri dari keterlekatannya terhadap kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan dan
keinginan adalah sesuatu hal yang menjadi esensi dari eksistensi manusia di
dunia ini. Kebutuhan dan keinginan yang dimilikinya mengarahkan mereka pada
tujuan-tujuan hidup yang bermakna.
Kebutuhan dan keinginan mendorong manusia untuk terus bergerak pada tatanan
hidup yang dianggapnya lebih baik dan ideal.
Kebutuhan dan keinginan manusia selalu bertambah dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu, kebutuhan dan keinginan masyarakat modern lebih banyak
dari pada masyarkat primitif. Sifat dasar manusia yang selalu mudah merasa
bosan dan merasa tidak puas terhadap suatu kondisi yang ada membuat kebutuhan
dan keinginannya terus bertambah terspesialisasi. Biasanya ketika kebutuhan dan
keinginan manusia sudah bisa terpenuhi secara berkesinambungan, manusia akan
membuat kebutuhan dan keinginan baru. Hal yang hampir senada juga dikatakan
oleh Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya. Menurutnya, ketika
kebutuhan individu pada tingkat rendah sudah terpenuhi, maka ia akan berupaya
untuk memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang lebih tinggi.
Manusia adalah makhluk yang serakah. Kebutuhan dan keinginannya
bersifat tidak terbatas, sementara alat pemuas kebutuhan atau sumberdaya yang
tersedia itu terbatas. Sumberdaya disini berari segala sesuatu baik yang
berwujud ataupun tidak yang dapat digunakan manusia untuk mencapai suatu hasil,
misalnya seperti waktu, peralatan, persediaan, dan tenaga. Oleh karena itu,
upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia selalu dibenturkan pada
realitas yang menyediakan sumberdaya yang terbatas.
Dalam upaya untuk memaksimalkan keterbatasan sumberdaya tersebut,
manusia dituntut untuk saling berinteraksi dan berkerjasama satu sama lain.
Proses interaksi dalam hubungan kerjasama kerjasama tersebut ditandai dengan
adanya pertukaran kepentingan (exchange of interest) diantara mereka. Dalam
hubungan kerjasama ini, setiap individu yang terlibat menempati suatu status
atau kedudukan yang mana pada setiap status atau kedudukan tersebut terdapat
peranan-peranan yang harus dijalankan. Pada akhirnya, mekanisme tersebut
melahirkan aspek ketiga manusia, yaitu aspek sosiologis.
Dengan demikian, aspek sosiologis merupakan sebuah kesatuan
realitas dari proses interaksi antar manusia yang selalu berupaya untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang lama-kelamaan menghasilkan pola-pola
kultural tertentu. Pola-pola kultural ini merupakan suatu konfigurasi yang
menggabarkan hubungan-hubungan antar nanusia yang mempunyai kecenderungan untuk
bergerak pada keteraturan. Konfigurasi sosial ini sering juga disebut dengan
istilah struktur sosial. Pola-pola kultural tercipta karena adanya kesadaran
yang disepakati bersama akan pentingnya membatasi upaya-upaya apa saja yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan tersebut, sehingga terciptalah sebuah keteraturan.